Kamis, 23 Desember 2010

Revolusi Hati Nurani

Hingga saat ini penduduk di dunia telah berjumlah lebih dari enam milyar lebih. Enam milyar umat manusia ini terdiri dari berbagai macam suku bangsa, kebudayaan, warna kulit dan bahasa. Dan di dalamnya terdapat perbedaan kaya – miskin, hina – mulia, pintar – bodoh, cantik – buruk rupa, bijak – sesat dan sebagainya. Dan kita sebagai manusia tak dapat lepas dari kenyataan hidup ini.

Berita-berita di koran saat ini semuanya masih memuat berita yang bernada sama, yaitu seputar pertikaian, pembunuhan, dan kriminalitas lainnya. Pertikaian yang bersifat rasialis dan berbau SARA sangat sering terjadi bahkan manusia pada zaman sekarang sudah merasa terbiasa dan jika mereka tak melakukan hal ini mereka tak akan puas.

Wajah dunia sekarang semakin buruk dan kehancuran moralitas yang paling utama. Kriminalitas merajalela, hilangnya rasa saling menghormati, hilangnya persaudaraan, dan hilangnya kesadaran bahwa manusia adalah mahkluk yang paling mulia. Segala kemerosotan moral pada saat sekarang sudah mencapai titik puncaknya, dimana manusia semakin tak peka akan suara dari dalam dirinya. Suara itu adalah suara dari hati nurani yang paling suci, dan paling bajik.

Manusia zaman sekarang hanya mau menghormati orang yang mempunyai kekuasaan, dan ketenaran nama di masyarakat. Ia hanya dekat kepada orang yang pandai dan orang yang mempunyai banyak uang. Lain halnya jikalau yang di dekatnya adalah bukan orang terpandang, bukan orang yang kaya raya, serta bukan orang yang pandai, maka reaksinya kini sudah berubah yaitu, mengucilkan mereka bahkan mulai memberikan kata-kata sindiran yang tak pantas diucapkan.

Ukuran kehidupan sekarang ini jika orang itu tak pandai, tak tenar, tak kaya, dan sebagainya maka orang itu akan dianggap sebagai orang yang gagal atau bahkan orang yang tak punya harapan untuk bangkit dan menggapai masa depannya yang cerah. Betapa di dunia ini semua orang menghormati orang bukan lagi berasal dari ketulusan dari hatinya tetapi berasal dari hubungan yang masih bersifat duniawi. Oleh karena itulah sering terjadi kesenjangan bahkan konflik yang berkepanjangan antara si kaya dan si miskin. Walaupun di dunia ini hanya tersisa dua orang saja masih saja tetap terjadi perselisihan. Seorang Mahatma Gandhi pernah berkata”Dunia kita sesungguhnya cukup untuk menampung umat manusia, tetapi tak akan merasa cukup untuk menampung keserakahan umat manusia”.

Mari sadarlah bahwa hanya hati nuranilah yang paling agung diatas ribuan ketenaran, kepandaian, dan kekayaan di dunia. Saatnya kini kita harus merubah pandangan kita yang salah, yang hanya memandang dari segi eksternalnya, cobalah pandang dengan kacamata hati nurani, semua akan terlihat dengan jelas bahwa itu semua adalah fana adanya - tak kekal abadi.

Bukankah kita berasal dan dilahirkan dari "Maha Rahim" yang sama? Mengapa saat ini kita hanya memandang saudara kita sebatas besarnya kekayaan, ketenaran nama, dan pendidikan? Hati nurani adalah kebenaran yang maha tinggi dan universal, ia berasal dari Sang Tiada Tara dengan kebijaksanaan yang tiada batas. Orang semakin mengagungkan hati nurani di atas segala-galanya maka kemuliaan yang sempurna dan abadi berada di dalam dirinya.

Tetapi adakah kemuliaan saat ketenaran kita semakin bertambah, adakah kita merasa damai saat kita semakin kaya, adakah kita tak merasa cemas akan di celakai lantaran kita terlalu pandai?

Kedamaian, dan rasa nyaman malah timbul saat kita sadar akan hati nurani kita, hingga kita akan menghormati orang lain yang lebih kurang dan tak mampu dari kita.

Lepaskanlah kacamata perbedaan itu, lalu pakailah kacamata nurani. Semua akan menjadi nampak indah. Semua kehidupan akan saling menghargai dan menghormati dengan tulus. Semua kehidupan di dunia ini akan semakin bersatu padu tanpa membeda-bedakan. Jadilah satu keluarga dunia yang bahagia dan harmonis tanpa ada perselisihan, pertengkaran, bencana. Dunia menjadi satu keluarga!( Y.M. Maha Sesepuh Wang Che Kuang )

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger